Jumat, 17 September 2010

Gambaran Kehidupan Dunia

عَنْ قَيْسُ بْنُ أَبِي حَازِمٍ قَال: سَمِعْتُ مُسْتَوْرِدًا أَخَا بَنِي فِهْرٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ:
مَا الدُّنْيَا فِي اْلآخِرَةِ إِلاَّ مِثْلُ مَا يَجْعَلُ أَحَدُكُمْ إِصْبَعَهُ فِي الْيَـمِّ، فَلْيَنْظُرْ بِمَاذَا يَرْجِعُ ﴾
Diriwayatkan dari sahabat Qais bin Abi Hazim r.hu berkata, “Saya mendengar Mustaurid saudara bani Fihrin berkata, telah bersabda Rasulullah saw,

“Tiadalah dunia ini jika di banding dengan akhirat, kecuali seperti salah seorang di antara kalian memasukkan jari telunjuknya ke dalam laut. Maka, lihatlah berapa air yang dapat ia ambil.”

Kedudukan Hadis
Hadis ini terdapat pada Kitab Shahih Muslim, bab Fanâud Dunyâ wa Bayânul Hasyril Yaumal Qiyâmah, Juz XIV, halaman 14, hadis nomor 5101. Kitab Sunan Tirmidzi, bab Mā Jâ’a fî Hawanid Dunyâ Alallâi ta’âla, Juz VIII, halaman 304, hadis nomor 2245. Kitab Musnad Ahmad, bab Hadisul Musytauridibni Syaddadin r.hu, Juz XXXVI, halaman 446, hadis nomor 5101. Dan, Kitab Shahih Ibnu Hibban r.hu, Juz XVIII, halaman 161, hadis nomor 4407, bab ad-Dunya.

Kunci Kalimat (Miftāhul Kalām)
﴿ مَا الدُّنْيَا فِي اْلآخِرَةِ إِلاَّ مِثْلُ مَا يَجْعَلُ أَحَدُكُمْ إِصْـبَعَهُ فِي الْيَـمِّ ﴾
“Tiadalah dunia ini jika di banding dengan akhirat, kecuali seperti salah seorang di antara kalian memasukkan jari telunjuknya ke dalam laut”

Dunia janganlah menyilaukan seorang yang beriman kepada Allah swt. Sebaliknya, dunia harus dijadikan perantara untuk kehidupan selanjutnya yang lebih berkah dan mendapatkan rahmat-Nya. Itulah sebabnya, hadis di atas memberikan penggambaran yang nyata, bahwa dunia dengan segala isinya tidaklah tujuan dalam kehidupan seorang hamba yang beriman. Seperti disabdakan Nabi saw,

“Sekiranya dunia bernilai di sisi Allah senilai sayap nyamuk, tentu orang kafir tidak akan diberi air meski pun satu teguk” (Hr.Tirmidzi: 2242).

Dalam riwayat lain diceritakan, bahwa Rasulullah saw bersama para sahabatnya melewati sebuah pasar dan mendapati bangkai keledai yang cacat kupingnya. Lalu, beliau mengangkat bangkai tersebut seraya bersabda,

“Siapa di antara kalian yang mau membeli bangkai ini dengan seharga satu dirham? “Kami tidak menghendakinya untuk apa bangkai tersebut bagi kami?” Beliau bertanya lagi, “Apakah kalian mau secara gratis?” Mereka menjawab, “Demi Allah! seandainya dia hidup pun dia adalah binatang yang cacat kupingnya. Apalagi kalau sudah menjadi bangkai.” Rasulullah saw bersabda, “Demi Allah sesungguhnya dunia ini lebih rendah dalam pandangan Allah dari pada bangkai ini dalam pandangan kalian” (Hr. Muslim).

Ternyata dalam penggambaran yang lain, Nabi saw juga memberikan Cara Berpikir yang nyata. Bahwa, dunia dengan segala isinya, hanyalah laksana “nyamuk” dan “bangkai cacat”. Tidak ada apa-apanya!
Untuk itu seorang hamba Allah yang telah mengaku beriman kepada Allah swt. Sadar benar bahwa tujuan hidup adalah lillahi ta’ala guna mendapatkan ridla-Nya. Sebab, siapa pun yang mencari kepada selain Allah azza wa jalla. Pasti akan mengalami kehancuran dan keterhinaan.
Belajarlah kepada orang-orang terdahulu. Yang mereka berani dengan Allah swt. Seperti: fir’aun, hamman, qarun, dan bal’am bin baura. Keempat orang tersebut, adalah sosok manusia yang pernah melawan Allah swt dengan segenap anugerah Allah swt yang telah dikaruniakan kepada mereka. Mereka lupa diri. Mereka lalai. Bahwa, yang diterimanya adalah anugerah-Nya. Yang wajib untuk disyukurinya.
Keempat orang yang dicontohkan al-qur`an adalah para manusia yang ahli dunya. Sehingga mereka sampai berani mengingkari eksistensi Allah swt sebagai Dzat yang Mahaperkasa, Mahabesar, Mahakuasa, dan Maha-esa. Itu sebabnya, kita harus yakin benar dengan keberadaan-Nya. Tanpa keyakinan yang kuat, seseorang dapat terombang-ambing karena gejolak hawa nafsunya. Tetapi, dengan mengkaji hadis dalam topik di atas. Justru akan menemukan kekokohan prinsip dalam hidup di dunia yang sementara ini; insya Allah.

Pemahaman Hadis
1. Ad-dunya. Artinya, dekat.
Hikmah yang terkandung, betapa singkat hidup di dunia ini. Kehidupan di dunia sangat temporal. Semuanya pasti mengalami kerusakan. Tidak ada yang langgeng. Itulah sebabnya, dinul Islam mengajarkan, agar kaum muslimin-mukmin tidak mencintai dunia (hubbud dunya). Hubbud dunya pangkal dari semua sebab dari kerusakan seorang hamba.
Dinul Islam memberikan tips kehidupan yang benar-benar serasi. Karena dikatakan sukses, apabila kehidupan seorang hamba itu penuh dengan keserasian. Dan, dinul Islam memang mengajarkan tentang keserasian hidup. Sebagaimana dinyatakan dengan firman-Nya,

“Dan, carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu [kebahagiaan] negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari [kenikmatan] duniawi. Dan, berbuat baiklah [kepada orang lain] sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu. Dan, janganlah kamu berbuat kerusakan di [muka] bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan” (Qs.al-Qashash [28]: 77).

Dalam firman-Nya yang lain, Allah azza wa jalla, juga menegaskan masalah dunia ini,

“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan sesuatu yang melalaikan, perhiasan, dan bermegah-megah antara kalian, serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak. Seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani. Kemudian, tanaman itu menjadi kering dan kalian lihat warnanya kuning. Lalu, menjadi hancur. Dan, di akhirat [nanti] ada adzab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridlaan-Nya. Dan, kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu” (Qs.al-Hadîd [57]: 20).

2. Al-ākhirah. Artinya, terakhir.
Fase terakhir kehidupan umat manusia berdasarkan ketetapan hukum Allah swt, adalah kehidupan negeri akhirat. Negeri yang paling akhir. Tidak ada lagi kehidupan setelahnya. Di akhirat kehidupan umat manusia benar-benar di alam kelanggengan. Segala sesuatunya, adalah kekal. Kenikmatannya kekal. Dan, siksa-Nya Allah swt terhadap orang kafir dan munafik, juga kekal.
Allah swt telah berfirman, mengenai kehidupan akhirat tersebut dalam al-qur`an,

“Dan, sesungguhnya Hari Kemudian itu lebih baik bagimu daripada yang sekarang [permulaan]4 Dan, kelak Rabb-mu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu, lalu [hati] kamu menjadi puas5” (Qs.adh-Dluhã [93]: 4-5).

3. Ishba’ahu fil-yammi. Artinya, memasukkan jarinya ke laut.
Hadis ini sebuah gambaran (deskripsi) Rasulullah saw. Di mana dunia digambarkan dengan “jari”. Sedangkan, negeri akhirat digambarkan beliau dengan “laut”. Sungguh sebuah perbandingan yang tidak sebanding.
Maka, seorang yang menggunakan Akal Budi di dalam menangkap fenomena dan problematika kehidupan. Niscaya seseorang yang ber-Akal budi akan mengutamakan kehidupan akhirat; dengan menjadikan dunia sekadar fasilitas buat kebahagiaan negeri akhirat.

4. Bi mā dzā yarji’. Artinya, terhadap apa yang kembali.
Sabda Nabi saw ini pun, juga merupakan penggambaran beliau mengenai pernik-pernik kehidupan dunia. Di mana benar-benar sedikit sekali, dan waktunya sangat singkat. Segala sesuatunya serba terbatas.
“Air laut yang menempel pada jari”, adalah gambaran nyata mengenai kehidupan dunia ini. Maka, dengan Akal Budi, seorang muslim-mukmin hendaknya segera membenahi Cara Berpikir-nya. Yakni, menjadikan dunia sekadar “perladangan akhirat”; tidak lebih dari itu.

Pembelajaran Sifat (Character Learning)
Hadis Nabi saw dalam kajian di atas, harus menjadi c-lear (character learning) buat kaum yang bar-Akal Budi. Bahwa, negeri akhirat dengan segala kelanggengannya, haruslah didahulukan lagi diutamakan, dibandingkan kehidupan dunia yang fana lagi menipu.

Perubahan Perilaku (Behavior Transformation)
1. Miliki mindSET tidak hubbud dunya.
2. Tinggalkan sikap mental dan perilaku: Lemah; Malas; dan Latah (LML).
3. Jangan turuti hawa nafsu.
4. Berbuatlah sesuatu yang kelak bermanfaat untuk kehidupan akhirat.

Oase Pencerahan
Renungkan firman Allah swt,

“Dan, tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka. Dan, sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka, tidakkah kamu memahaminya?” (Qs.al-An’ãm [6]: 32).

Pahami ayat ini dengan gaya berpikir sebagai seorang yang beriman. Sehingga yang terjadi adalah semakin bertambahnya keyakinan, bahwa hidup di dunia ini hanyalah sementara. Maka, dengan gaya berpikir islami yang transenden, seorang muslim-mukmin pasti akan lebih menitik-beratkan fokus perbuatan kepada kehidupan negeri akhirat.
Seorang hamba dikatakan cerdas. Karena dia telah menetapkan pilihan hidup untuk kebahagiaan negeri akhirat. Sehingga dunia hanya dipahami untuk “perladangan”-nya.
Sebaliknya, seorang manusia yang menjadikan dunia ini tujuan hidupnya. Niscaya kehidupannya tambah hari pasti akan mengalami banyak keruwetan, dan mengalami kekosongan nilai dalam kepribadiannya. Di mana dia akan mengalami keterasingan diri. Sebagaimana dinyatakan dalam firman-Nya,


“Barangsiapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan Kami tambah keuntungan itu baginya. Dan, barangsiapa yang menghendaki keuntungan di dunia, Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bagianbpun di akhirat” (Qs.asy-Syûrã [42]: 20).

Betapa sangat mengerikan kehidupan seorang hamba yang telah menjadikan dunia sebagai tujuan. Maka, nafsu syahwatnyalah yang akan selalu diikuti. Orang seperti ini, tidak saja dirinya rusak. Tetapi seringkali dia juga menciptakan kerusakan di kehidupan secara umum; na’udzu billahi min dzalik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar