Jumat, 17 September 2010

Husnudlan Billâh

حدثنا عُمَرُ بْنِ حَفْصٍ، حدثنا الأعمشُ سمعـتُ أبا صالحٍ عن أبي هريرة ، قال: قال النَّبِيُّj: يَقُولُ اللهُ تعالى:

﴿ أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِ بِي، وَأَنَا مَعَهُ إِذَا ذَكَرَنِي، فَإِنْ ذَكَرَنِي فِي نَفْسِهِ ذَكَرْتُهُ فِي نَفْسِي، وَإِنْ ذَكَرَنِي فِي مَـَلإٍ ذَكَرْتُهُ فِي مَـَلإٍ خَيْرٍ مِنْهُمْ، وَإِنْ تَقَرَّبَ إِلىَّ بِـشِبْـرٍ تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ ذِرَاعًا، وَإِنْ تَقَرَّبَ إِلىَّ ذِرَاعًا تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ بَاعًا، وَإِنْ أَتَانِي يَمْـشِى أَتَيْـتُهُ هَرْوَلَةً ﴾
Kami diberitahu oleh Umar bin Hafs. Kami diberitahu oleh ayahku. Kami diberitahu oleh al-A'masy. Saya telah mendengar Abu Shalih, dari sahabat Abu Hurairah r.hu berkata, "Bahwa Nabi saw bersabda, "Allah ta'ala berfirman,

"Aku sesuai dengan persangkaan hamba Ku terhadap Ku. Aku akan bersama dengannya jika dia mengingat Ku. Apabila dia mengingat Ku di dalam dirinya, maka Aku akan mengingatnya di dalam Dzat Ku. Apabila dia mengingat Ku di keramaian, maka Aku akan mengingatnya di keramaian yang lebih baik dari mereka. Apabila dia mendekatkan diri kepada Ku sejauh satu jengkal, maka Aku akan mendekat kepadanya sejauh satu hasta. Jika dia mendekatkan diri kepada Ku sejauh satu hasta, maka Aku akan mendekat kepadanya sejauh satu depa. Apabila dia datang kepada Ku dengan berjalan, maka Aku akan mendatanginya dengan berjalan cepat” (Hr.Bukhari, Lihat pula al-Ahadîtsul Qudsiyyah; Lajnah Minal 'Ulamâ`, Syaikh Kâmil 'Uraidlah, th.2002, hadis nomor 45, hal.57).

Pemahaman Hadis
Keputusan yang ditetapkan oleh Allah kepada seorang hamba-Nya, tergantung pada prasangka para hamba-Nya. Karenanya, seorang mukmin terus berusaha sekuat tenaga, agar selalu ber-husnudlan dengan Allah.
Di bawah ini ada beberapa detailisasi pemahan atas hadis di atas. Sehingga akan menambah keimanan dan keyakinan di dalam berakidah, bersyariah, dan berakhlak islamiah; insya Allah.
1. (أَنا عـند ظـنّ عـبدي بي) Anâ 'inda dhanni 'abdî bî.
Mengenai hadis ini Imam al-Qasthalani r,hu berkata, "Apabila seseorang menyangka bahwa Allah menerima amal shalihnya, memberinya balasan berupa ganjaran, dan mengampuninya jika dia bertaubat. Maka, dia akan mendapatkan apa yang dia sangkakan pada Ku. Namun kalau seseorang tidak memiliki prasangka, bahwa Allah tidak akan melakukan semua itu. Maka, yang dia terima adalah seperti apa yang dia sangkakan kepada-Nya."
Syaikh kami berkata, "Hadis ini mengedepankan sisi harapan (raja`) kepada-Nya. Dibandingkan dengan sisi rasa cemas (khauf)."
Sisi khauf lebih menonjol jikalau seorang hamba itu telah mengalami maridlul maut dan sekaratul maut. Apabila tidak dalam keadaan demikian, maka seorang mukmin harus istiqamah dan mudawamah di dalam berperilaku baik lagi berkemanfaatan. Jangan sampai diri kita menjadi orang yang bodoh. Yaitu, selalu menggap mendapatkan ampunan, sehingga dirinya berani terus melakukan kemaksiatan kepada-Nya, padahal prasangkanya itu adalah bagian dari terperdayanya dia dengan hawa nafsunya.
Di kehidupan ini bagi seorang mukmin tidak ada harapan yang baik lagi benar, kecuali berharap untuk memperoleh ampunan-Nya. Karenanya, prasangka yang mendekati kebenaran bagi seorang hamba kepada Rabb-nya, adalah ber-husnudlan kepada Allah, niscaya Allah pasti mengampuni segenap perbuatan yang telah ditaubatinya. Di samping juga ber-husnudlan kepada-Nya, bahwa segenap amal yang telah dilakukan yang didasarkan dengan ikhlas semata mencari ridla-Nya, niscaya akan diterima-Nya.
2. (وأنا مـعه إذا ذكـرني) Wa anâ ma'ahu idzâ dzakaranî.
Lafadz ma'ahu (bersamanya) pada hadis ini, artinya ma'iyyah khususiyyah (kebersamaan yang bersifat khusus). Yaitu, bersama dengan rahmat-Nya, taufik-Nya, hidayah-Nya, penjagaan-Nya, dan pertolongan-Nya. Seperti dikuatkan dengan hadis qudsi yang lain. Nabi saw bersabda, "Sesungguhnya Allah azza wa jalla berfirman,
أَنَا مَعَ عَبْدِي إِذَا هُوَ ذَكَرَنِي، وَتَحَرَّكَتْ بِي شَفَتَاهُ
"Aku bersama hamba Ku, jika dia ingat Aku. Dan, kedua bibirnya [bergerak melafadzkan dzikir] kepada Ku" (Hr.Ibnu Majah [II/223-Fadhlul Amal]; dari sahabat Abu Hurairah r.hu).

Ini sangat berbeda dengan makna lafadz ma'a yang terdapat pada firman-Nya di surat al-hadîd ayat ke-4.
         
"Dan, Dia bersama kalian di mana saja kalian berada. Dan, Allah Mahamelihat apa yang kalian kerjakan" (Qs.al-Hadîd [57]: 4).

Yang mana lafadz ma'a ini berarti kebersamaan dalam pengawasan dan diliputi secara total (ma'iyyah bil-'ilmi wal-ihâthah). Yakni, Allah selalu mengetahui dan meliputi keberadaan manusia.
3. (وإن تقـرّب إلـيّ بشبـر) Wa in taqarraba ilayya bi syibrin.
Teks hadis ini menerangkan ukuran. Yakni syibrin sama dengan sejengkal. Dzirâ'an sama dengan sehasta. Bâ'an sama dengan sedepa. Maksudnya, sedepa adalah ukuran panjang dua hasta ditambah dengan dua lengan beserta bentangan dada.
Maksud yang terkandung, Allah akan melipat-gandakan balasan, sesuai dengan kadar ketaatan yang dia persembahkan kepada-Nya. Inilah pendapat Imam Nawawi r.hu dalam Kitab Syarah Shahih Muslim.
4. (وإن أتانـي يمـشي) Wa in atâni yamsyî.
Syaikh kami mengatakan, "Barangsiapa mendekat kepada Allah dengan sedikit ketaatan. Maka, Allah azza wa jalla akan membalasnya dengan pahala yang banyak. Semakin seorang hamba menambah kadar ketaatan. Maka, Allah juga semakin memperbanyak kadar pahala yang pasti diterima hamba tersebut. Apabila seorang hamba itu datang kepada-Nya dengan lamban. Allah tetap akan membalas hamba itu dengan memberikan pahala yang lebih cepat."

Pembelajaran Sifat
Setelah memahami hadis dalam tema kajian ini. Maka, kita sebagai seorang mukmin hendaknya memelihara Cara Berpikir kita, agar selalu memiliki Cara Berpikir yang benar. Sebab, dari Cara Berpikir yang benar itulah nantinya seorang hamba akan dikaruniai Cara Hidup yang benar pula.
Di antara Cara Berpikir yang benar adalah selalu ber-husnudlan dengan Allah azza wa jalla. Seorang hamba yang selalu ber-husnudlan dengan-Nya, niscaya akan ternaungi dengan rahmat dan senantiasa mendapatkan pertolongan-Nya (ma`unah).

Perubahan Perilaku
1. Husnudlan kepada Allah swt harus menjadi nafas kehidupan kita. Dengan selalu husnudlan hidup kita akan senantiasa terberkahi; insya Allah.
2. Hindarkan diri dari segenap hal yang dapat merusak sikap husnudlan kita kepada Allah
3. Bergantunglah dan bersandarlah hanya dengan Allah. Sebab, selain-Nya hanya bersifat semu dan menghinakan.
4. Milikilah segera sikap mental dan perilaku raja`. Yaitu, sikap mental dan perilaku selalu mengharapkan ridla-Nya.
5. Miliki pula sikap mental dan perilaku khauf. Yakni, senantiasa merasa cemas, dikarenakan sikap aniaya terhadap dirinya. Sehingga menjadikan lalai dengan dzikrullah dan dzikrul maut.
6. Miliki sikap mental dan berperilaku yakin, bahwa Allah selalu menyertai kita dengan tafik-Nya, rahmat-Nya, hidayah-Nya, ampunan-Nya, dan pertolongan-Nya. Disamping Allah memang Mahamelihat dan Mahameliputi segala sesuatu di kehidupan para hamba-Nya.
7. Hindarkan diri dengan sekuat tenaga, agar tidak bersikap mental dan berperilaku su'udhan kepada Allah azza wa jalla. Sebab, hal itu dapat menjadikan kufur kepada-Nya; na'udzu billah.
8. Bersikap mental dan berperilaku husnudhan-lah kepada sesama saudara mukmin muslim. Dan, tinggalkan perbuatan saling su'udhan dengan sesama saudara mukmin muslim.

Faedah
Dengan membiasakan diri bersikap mental dan berperilaku husnudhan billah. Seorang hamba akan memiliki keluwasan, keluwesan, dan kedalaman di dalam Cara Berpikir; khususnya Cara Berpikir di dalam berkeagamaan dan berkeberagamaan. Yang hal ini sangat berpengaruh pada Cara Hidup yang dijalani nantinya.
Takdir atas keragaman di kehidupan yang ada di alam universum ini. Sungguh merupakan pengejawantahan dari ke-Mahabesaran dan ke-Mahakuasaan Allah azza wa jalla. Maka, janganlah sebagai seorang mukmin muslim berani menggunakan hak Allah, untuk menilai sesama saudaranya.
Islam terlalu luas untuk dapat dipahami oleh seorang manusia, siapa pun dia. Karenanya, marilah kita menguatkan pilar Persaudaraan Islam ini dengan saling melengkapi kekurangan masing-masing. Sehingga keislaman kita semakin hari akan semakin menuju kepada sebuah bangunan yang utuh, indah, lengkap, serasi, kokoh, dan kuat.
Di antara kita tidak akan pernah tahu dengan segenap takdir-Nya. Sebab, itu hak mutlak Allah. Dan, memang tidak ada kewajiban-Nya untuk memberitahukan mengenai segenap misteri di balik penciptaan di kehidupan makhluk-Nya. Namun silahkan para makhluk-Nya meraba dengan daya nalar dan keilmuan yang dimilikinya untuk menemukan ke-Mahabesaran dan ke-Mahakuasaan Allah.
Jika namanya saja meraba. Maka, tidak akan pernah utuh. Inilah yang menunjukkan bahwa umat manusia ini sangat lemah. Tak terkecuali kaum mukmin muslim. Itulah sebabnya, dinul Islam mengajarkan, supaya kaum muslimin itu terbimbing dengan baik dan benar. Maka, di keseharian hidup ini mereka harus berpandu kepada Neraca Syariat. Yang dipilari dengan: al-qur`an, al-mizan, dan al-'ilm.
Inilah yang membedakan kaum mukmin muslim dengan kaum yang lainnya. Yang mana seorang mukmin muslim senantiasa ber-husnudlan dengan Allah azza wa jalla. []

Tidak ada komentar:

Posting Komentar