Jumat, 17 September 2010

Tawakkal

عن ابن عباس  قال، عن النبي J قال:

﴿ عُرِضَتْ عَلَيَّ اْلأُمَمَ فَرَأَيْتُ النَّبِيَّ وَمَعَهُ الرُّهَيْطُ وَالنَّبِيَّ وَمَعَهُ الرَّجُلُُ وَالرَّجُلاَنِ، وَالنَّبِيَّ لَيْسَ مَعَهُ أَحَدٌ: إِذْ رُفِعَ لِي سَوَادٌ عَظِـيْمٌ، فَظَـنَنْتُ أَنَّهُمْ أُمَّـتِي، فَقِـيْلَ لِي: هَذَا مُوْسَى وَقَوْمُهُ – وَلَكِنْ أُنْـظُرْ إِلَى اْلأُفُـقِ فَنَظَرْتُ فَإِذَا سَـوَادٌ عَظِـيْمٌ، فَقِيْلَ لِي: أُنْـظُرْ إِلَى اْلأُفُـقِ اْلآخَرِ، فَإِذَا سَـوَادٌ عَظِـيْمٌ، فَقِـيْلَ لِي هَذِهِ أُمَّـتُكَ، وَمَعَـهُمْ سَبْـعُوْنَ أَلْفًا يَدْخُلُوْنَ الْجَـنَّةَ بِغَـيْرِ حِسَابٍ وَلاَ عَذَابٍ، ثُمَّ نَهَضَ فَدَخَلَ مَنْزِلَهُ، فَخَاضَ النَّاسُ فِى أُولَئِكَ الَّذِيْنَ يَدْخُلُوْنَ الْجَنَّةَ بِغَيْرِ حِسَابٍ وَلاَ عَذَابٍ، فَقَالَ بَعْضُـهُمْ: فَلَعَـلَّهُمُ الَّذِيْنَ صَحِبُوْا رَسُوْلَ اللهِ J، وَقَالَ بَعْضُـهُمْ: فَلَعَـلَّهُمُ الَّذِيْنَ وُلِدُوْا فِى اْلإِسْـلاَمِ، فَلَمْ يُشْرِكُوْا بِاللهِ، وَذَكَرُوْا أَشْيَاءَ، فَخَرَجَ عَلَيْهِمْ رَسُوْلُ اللهِ J فَقَالَ: مَا الَّذِي تَخُوْضُوْنَ فِيْهِ، فَأَخْـبَرُوْهُ، فَقَالَ: هُمُ الَّذِيْنَ لاَ يَرْقوْنَ وَلاَ يَسْتَرْقُوْنَ وَلاَ يَتَطَـيَّرُوْنَ وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُوْنَ، فَقَامَ عُكَاشَةُ بْنُ مُحْـصِنٍ فَقَالَ: أُدْعُ اللهَ أَنْ يَجْـعَلَنِيْ مِنْـهُمْ، فَقَالَ: أَنْتَ مِنْهُمْ، ثُمَّ قَامَ رَجُلٌ آخَرُ فَقَالَ: أُدْعُ اللهَ أَنْ يَجْـعَلَنِيْ مِنْهُمْ، فَقَالَ: سَبَـقَكَ بِهَا عُكَاشَةُ﴾
Dari Ibnu Abbas r.hu, dia berkata, Rasulullah saw bersabda,

“Semua umat manusia ditampakkan di hadapanku. Aku melihat seorang nabi yang diikuti oleh sejumlah orang yang bilangannya di bawah 10 orang. Seorang nabi lainnya, diikuti 1 dan 2 orang. Serta nabi lainnya lagi, tiada seorang pun yang mengikutinya. Tiba-tiba ditampakkan di hadapanku golongan yang besar. Aku menduga, bahwa mereka adalah umatku.
Lalu, dikatakan padaku, “Golongan ini adalah Nabi Musa beserta umatnya. Tapi lihatlah ke arah sana!” Ketika aku memandang ke arah tersebut tiba-tiba ada golongan yang jumlahnya besar sekali.
Lalu, dikatakan pula padaku, “Lihatlah ke arah lainnya!” Tiba-tiba aku lihat golongan yang besar pula. Dikatakan kepadaku, “Golongan tersebut adalah umatmu, bersama mereka terdapat 70 ribu orang yang masuk surga tanpa hisab dan tanpa adzab”.
Kemudian, Nabi saw bangkit. Lalu, masuk ke rumahnya. Maka, orang-orang [para sahabat] berbincang-bincang tentang mereka yang masuk surga tanpa hisab dan tanpa adzab. Sebagian di antara mereka mengatakan, "Barangkali mereka adalah orang-orang yang menjadi sahabat Rasulullah saw."
Dan sebagian lainnya mengatakan, "Barangkali mereka adalah orang-orang yang dilahirkan dalam jaman Islam dan tidak pernah menyekutukan Allah."
Mereka menyebutkan hal-hal lainnya. Maka, Rasulullah saw keluar seraya bertanya, “Apa gerangan yang sedang kalian perbincangkan?”
Mereka menceritakannya kepada Rasulullah saw, maka Rasulullah saw menjawab, “Mereka adalah orang-orang yang tidak pernah melakukan ruqyah dan tidak pernah meminta diruqyah, serta tidak pernah bertahayyur, dan hanya kepada Rabb sajalah mereka bertawakkal.”
Maka, berdirilah Ukasah ibnu Muhshin seraya berkata, “Berdoalah kepada Allah, agar menjadikan saya sebagai salah seorang di antara mereka [yang masuk surga tanpa hisab dan tanpa adzab]”.
Maka Rasulullah saw menjawab, “Kamu adalah salah satu di antara mereka”.
Lalu, berdiri pula lelaki lain seraya berkata, “Berdoalah kepada Allah, agar menjadikan saya sebagai salah seorang di antara mereka”.
Maka, Rasulullah saw menjawab, “Kamu telah didahului oleh Ukasyah” (Ditakhrij oleh Sayyid Ahmad al-Hasyimi r.hu, Kitâb Mukhtârul Ahâdîts, hal.193, hadis nomor 1412).

Kedudukan Hadis
Imam Muslim r.hu meriwayatkan hadis ini dalam bâb ad-Dalîl ‘alâ Dukhûli Thawaifi Man, Juz I, hal.494, hadis nomor 323. Sedangkan Imam Ahmad r.hu dalam bâb Bidayah Musnad Abdullah bin Abbas, Juz V, hal 353, hadis nomor 2321.

Kunci Kata (Miftâhul Kalâm)
﴿ وَ عَلَى ر َبِّـــــهِمْ يَــــتــَوَكَّـــــلُوْنَ ﴾
“Dan, hanya kepada Rabb sajalah mereka bertawakkal.”

Tawakal adalah salah satu bagian terpenting dari dimensi keimanan. Yaitu, terealisasinya ketaatan, kepatuhan, dan ketundukan kepada Allah azza wa jalla dengan menjalankan semua perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya.
Hal ini memberikan pemahaman kepada kaum muslimin, bahwa setiap keberhasilan yang dicapai bukanlah murni dari usahanya. Akan tetapi ada campur tangan Allah azza wa jalla di dalamnya. Artinya, seseorang harus berusaha untuk mencapai cita-citanya. Akan tetapi urusan keberhasilan hendaknya diserahkan kepada Allah semata. Karena Dia-lah yang berkuasa untuk membuat seseorang berhasil atau gagal dalam usahanya. Sebagaimana difirmankan Allah swt,
         

“Allah, yaitu tidak ada sesembahan melainkan mutlak hanya Dia. Dan, hanya kepada Allah [sajalah] orang-orang yang beriman bertawakal” (Qs.at-Taghâbun [64]: 13).

Dan hadis Rasulullah saw,

“Jika seandainya kalian bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benarnya tawakal. Pasti kalian akan diberi rizeki seperti halnya burung. Dia pergi dengan perut kosong dan pulang dengan perut kenyang” (Hr. Tirmidzi, hadis hasan).

Islam mengajarkan adanya hukum Allah (sunnatullah) yang berlaku di alam universum ini, dan kaum muslimin wajib mengimaninya. Dari rasa keimanannya itulah, seorang mukmin harus melakukan aktifitas positif (baca: serba positif) dalam kehidupan dunia ini. Dan, kesemuanya harus dilakukan dengan sungguh-sungguh, penuh komitmen dan konsisten. Tidak dilakukan hanya sekadar atau sambil lalu saja. Karena suatu usaha yang hanya main-main tidak akan pernah membawa hasil yang memuaskan. Sementara, usaha yang sungguh-sungguh yang akan membawa hasil yang memuaskan. Seperti pepatah jawa mengatakan “Sopo temen tinemu” (Barangsiapa yang bersungguh-sungguh akan menemukan kesuksesan).
Seorang mukmin harus yakin seyakin-yakinnya, bahwa sesuatu yang dikehendaki oleh Allah pasti terjadi, dan yang tidak dikehendaki-Nya pasti tidak akan terjadi. Karenanya, sangat memprihatinkan kalau ada orang yang bekerja keras, sampai-sampai tidak mengenal waktu. Berangkat pagi pulang malam. Tidak merawat diri. Tidak memperhatikan keluarga. Bahkan, ada yang sampai berani meninggalkan shalat lima waktu. Tetapi, nyatanya tidak menikmati hasil kerjanya. Alias, tidak ada keberkahan dalam usahanya.
Karenanya, dinul Islam memberikan garis tegas dalam membahagiakan pemeluknya dengan mengajarkan, "Menggantungkan nasib kepada usaha saja, dan menganggapnya sebagai satu-satunya penyebab keberhasilan (tanpa melibatkan Allah di dalamnya) adalah perbuatan syirik."

Pemahaman Hadis
1. (الرهـيط) ar-Ruhaith.
Adalah bentuk tasghir dari kata rahthun. Artinya, kelompok manusia yang bilangannya di bawah 10 orang.
2. (سواد عظـيم) Sawâdun adhîm.
Adalah, kelompok manusia yang jumlahnya besar.
3. (لا يرقون ولا يسترقون) Lâ yarqûna wa lâ yastarqûna.
Lafadz la yarqûna mengandung arti tidak pernah melakukan ruqyah. Yaitu, pengobatan dengan memakai jampi-jampi yang dilarang oleh agama. Artinya, perbuatan yang dilarang oleh Allah, dan pelakunya diancam sebagai orang yang tidak masuk surga tanpa hisab.
Adapun ruqyah yang bacaan-bacaannya berasal dari qur`an dan hadis tidak termasuk dalam pengertian kalimat ini. Bahkan, ruqyah termasuk salah satu pengobatan yang pernah dilakukan oleh Rasulullah saw, malaikat Jibril, dan para sahabat.
Letak kata yastarqûna setelah terangkai dengan huruf wawu athâf. Hal ini menandakan, bahwa orang yang minta diruqyah dengan memakai jampi-jampi yang dilarang oleh agama tidak termasuk orang-orang yang masuk surga tanpa hisab.
4. (ولا يتـطيرون) wa lâ yatathayyarûna.
Letak kata yatathayyarûna setelah terangkai dengan huruf wawu athâf. Hal ini menandakan juga, bahwa tidak termasuk orang-orang yang masuk surga tanpa hisab, orang yang percaya kepada alamat buruk atau pembawa kesialan.
Tathayyur berasal dari kata thâ`irun yang artinya burung. Dahulu di jaman jahiliah, apabila suatu rombongan hendak mengadakan perjalanan, kemudian mereka melihat sejenis burung yang menurut kepercayaan mereka dapat membawa kesialan atau kemalangan. Maka, orang-orang jahiliah membatalkan perjalanan dagangnya. Mereka beranggapan perjalanan dagangnya hanya membawa kesialan belaka.
Hal serupa juga terjadi di suatu daerah, di mana mereka percaya, bahwa ada beberapa hewan yang menurut mereka membawa kesialan. Ini menunjukkan bahwa mereka tidak percaya, bahwa hanya Allah azza wa jalla yang menentukan segala yang terjadi di dunia.

Oase Pencerahan
Kemuliaan yang telah dianugerahkan-Nya buat umat Rasulullah saw. Sungguh bentuk kedermawanan-Nya. Sebuah kerugian yang besar buat kita, jika Allah azza wa jalla telah menawari namun kita masih 'menawar' lagi. Bahkan, tak jarang mayoritas manusia yang mengikuti hawa nafsunya menolak tawaran tersebut.
Sebagai umat Nabi Muhammad saw, umat yang telah mendapatkan kemuliaan dari sisi-Nya. Hendaknya kita terus-menerus berusaha dengan sekuat tenaga untuk melakukan Pembelajaran Sifat dan Perubahan Perilaku. Sehingga kita CC 100% dengan perilaku tawakal; insya Allah. Sekalipun itu berat! Ingatlah pesan Allah azza wa jalla dalam firman-Nya,
     
“Dan, hanya kepada Allah hendaknya kalian bertawakkal, jika kalian benar-benar orang yang beriman" [Qs.al-Mâ`idah [5]: 23].

Pembelajaran Sifat (Character Learning)
Kisah yang disebutkan oleh Rasulullah saw dalam hadis di atas adalah sesuatu yang dilihat oleh beliau melalui mimpi. Dan, mimpi Rasulullah saw adalah sebuah wahyu yang benar-benar berasal dari Allah azza wa jalla.
Menurut beliau saw, di antara 70 ribu orang yang masuk surga tanpa hisab adalah orang-orang yang tidak pernah melakukan ruqyah dan tidak pernah meminta diruqyah, serta tidak pernah bertahayyur, dan hanya kepada rabb sajalah mereka bertawakkal.
Rasulullah saw memberikan contoh kepada umatnya. Bahwa di dalam kehidupan, beliau saw memadukan esensi keimanan dan ketawakalan. Hal ini dapat kita lihat ketika beliau bersama Abu Bakar ash-Shiddiq r.hu berusaha semaksimal mungkin mencari perlindungan dari kejaran orang-orang kafir quraisy, hingga akhirnya berlindung dalam sebuah goa yang gelap.
Dari kisah tersebut kita bisa menyimpulkan, bahwa Rasulullah saw tidak mengingkari usaha. Tetapi juga tidak glundung semprong begitu saja, dikarenakan rasa kemutlakan beliau di dalam bergantung dengan Allah azza wa jalla.
Padahal kalau mau, bisa saja beliau saw meminta langsung kepada Allah. Akan tetapi, hal tersebut tidak beliau lakukan semata memberikan Pembelajaran Sifat kepada umatnya, agar mereka berusaha seraya menyerahkan urusannya kepada Allah swt.

Perubahan Perilaku (Behavior Transformation)
1. Jangan meniru kebiasaan orang-orang jahiliah yang suka meruqyah dan diruqyah dengan jampi-jampi yang dilarang oleh dinul Islam.
2. Sesegera mungkin untuk memiliki perilaku dan sikap tawakal kepada Allah azza wa jalla.
3. Figurkan Rasulullah saw sebagai idola kita. Sebab, beliau seorang hamba Allah yang sudah jelas kedudukanya, baik dalam kehidupan sosial-masyarakat dan di sisi Allah azza wa jalla.
4. CC 100% dengan setiap hadis shahih yang telah kita baca, dengar, catat, dan hafal. Sebab, dengan berperilaku seperti itu Allah swt akan membahagiakan hidup kita; isnya Allah. []

Tidak ada komentar:

Posting Komentar