Jumat, 17 September 2010

Hati-Hati Dalam Berkata

حدثنا محمد بن الصباح بن سفيان، أنبأنا علىّ بن ثابت، عن عكرمة بن عمّار، قال: حدثنى ضمضم بن جوس، قال: قال أبو هريرة  سمعـتُ رسول الله j يقول:

﴿ كَانَ رَجُـلاَنِ فِي بَـنِي إِسْرَائِـيْلَ مُتَـوَاخِيَـيْنِ، فَكَانَ أَحَدُ هُمَا يُذْنِبُ، وَاْلآخَرُ مُجْـتَهِدٌ فِي الْعِبَادَةِ، فَكَانَ لاَيَزَالُ الْمُجْـتَهِدُ يَرَى اْلآخَرَ عَلىَ الذَّنْبِ، فَيَقُولُ: أَقْصِرْ، فَوَجَدَهُ يَوْمًا عَلىَ ذَنْـبٍ، فَقَالَ لَهُ: أَقْصِرْ، فَقَالَ: خَلِّـنِي، وَرَبِّي، أَبُعِـثْتَ عَلَيَّ رَقِيْبًا؟ فَقَالَ: وَاللهِ لاَيَغْـفِرُ اللهُ لَكَ، أَوْ لاَيُدْخِلُكَ اللهُ الْجَنَّةَ، فَقَـبَضَ أَرْوَاحَهُمَا، فَاجْتَـمَعَا عِـنْدَ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، فَقَالَ: لِهَذَا الْمُجْـتَهِدِ، أَكُنْتَ بِي عَالِمًا؟ أَوْ كُنْتَ عَلىَ مَا فِي يَدِي قَادِراً؟ وَقَالَ لِلْمُذْنِبِ اذْهَبْ فَادْخُلِ الْجَنَّةِ بِرَحْـمَتِي، وَقَالَ لِلآخَرِ: اذْهَـبُوْا بِهِ إِلَى النَّارِ، قَالَ أَبُوْ هُرَيْرَةَ: وَالَّذِي نَفْـسِي بِيَدِهِ لَتَكَـلَّمَ بِكَلِـمَةٍ أَوْ بَقَتْ دُنْـيَاهُ وَآخِرَتَهُ ﴾
Kami diberitahu oleh Muhammad bin ash-Shabbah bin Sufyan. Kami diberi kabar oleh Ali bin Tsabit dari sahabat 'Ikrimah bin Ammar. Saya diberitahu oleh Dlamdlam bin Jaus, bahwa sahabat Abu Hurairah r.hu berkata, bahwasannya dia mendengar Rasulullah saw bersabda,

"Dulu ada dua orang lelaki dari bani isra`il yang sudah saling menganggap temannya sebagai saudara. Lalu, salah satu di antara keduanya melakukan perbuatan dosa. Sedang yang satu giat sekali beribadah. Orang yang giat beribadah melihat saudaranya sedang mengerjakan dosa. Kemudian, dia berkata kepada saudaranya itu, "Tahanlah dirimu [untuk tidak berbuat dosa]!"
Saudaranya menjawab, "Janganlah kamu menghiraukan saya! Demi Rabb-ku. Apakah kamu diutus sebagai pengawas untukku?!"
Lelaki yang giat ibadah itu menjawab, "Demi Allah. Allah tidak akan memberikan ampunan kepadamu. Atau, Allah tidak akan memasukkanmu ke dalam surga."
Lalu, Allah mencabut ruh kedua orang itu. Kemudian, keduanya berkumpul di hadapan Rabb semesta alam. Allah berfirman kepada orang yang tekun beribadah, "Apakah kamu mengetahui tentang Aku? Atau, kamu mampu [mengatur] apa yang berada di dalam kekuasaan Ku?"
Allah berfirman kepada orang yang berbuat dosa, "Pergilah kamu! Lalu, masuklah ke dalam surga dengan rahmat Ku."
Sedangkan kepada orang yang satunya Allah berfirman, "Pergilah ke neraka!"
Sahabat Abu Hurairah ra berkomentar, "Demi Dzat yang menguasai diriku. Sungguh orang itu telah mengatakan sebuah kalimat yang menghancurkan masa depan dunia dan akhiratnya" (Hr.Abu Dawud [IV/215], Lihat pula al-Ahadîtsul Qudsiyyah; Lajnah Minal 'Ulamâ`, Syaikh Kâmil 'Uraidlah, th.2002, hadis nomor 35, hal.48).

Pemahaman Hadis
Hadis qudsi ini mengandung pemahaman yang sangat penting buat kaum muslimin. Terlebih di jaman seperti sekarang ini. Di mana kondisi umat Islam tercerai-berai, terkotak lagi terkoyak. Sehingga tidak memiliki semangat Persaudaraan Islam, dan menyadari bahwa kita merupakan satu kesatuan yang komprehensif-integral dalam keluarga besar muslim, yang harus CC 100% dengan firman-Nya,
                                                                       •   •    
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang lelaki merendahkan kumpulan yang lain. Boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan, jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya. Boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan, janganlah suka mencela dirimu sendiri [sebagai sesama muslim mukmin] dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah [panggilan] yang buruk sesudah iman [yaitu memanggil saudara muslim mukmin lain dengan ejekan, "Hai kafir" atau "Hai munafik", dsb]. Dan, barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang dhalim11 Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka [kecurigaan]. Karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan, janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang di antara kalian yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka, tentulah kalian merasa jijik kepadanya. Dan, bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Mahapenerima taubat lagi Mahapenyayang12" (Qs.al-Hujurat [49]: 11-12).

Marilah kita pahami pesan hadis ini, agar di keseharian hidup ini. Kita dapat memahami keragaman hidup sesama saudara muslim. Bahwa, keragaman itu memang bagian dari misteri hidup yang telah ditakdirkan-Nya. Dan, hanya Allah-lah yang Mahamengetahui segenap hal dari kehidupan ini. Di samping itu, setelah kita memahami pesan hadis ini. Kita menjadi seorang hamba Allah yang berkeyakinan kuat, bahwa dengan ke-Mahabesaran dan ke-Mahakuasaan-Nya Allah swt berhak merahmati dan mengampuni siapa pun dari para hamba-Nya yang dikehendaki-Nya.
1. (فكان أحدهما يذنب) Fakâna ahaduhumâ yudznib.
Dua orang yang telah beriqrar untuk seiya-sekata itu. Ditakdirkan salah satunya melakukan perbuatan dosa. Yang satunya giat dalam menunaikan peribadahan kepada Allah swt.
Ternyata ketika diingatkan saudaranya yang ahli ibadah. Teman karibnya yang melakukan dosa itu malah menjawab, "خلـني وربّ أبعـثت عليّ رقـيبًا" (khallinî wa rabbi abu'itsta 'alayya raqîban).
Dengan satu keyakinan, seperti dikatakan oleh Imam al-Qasthalani r.hu, "Maksud kalimat itu adalah, biarkanlah diriku dan jangan hiraukan apa yang akan diperbuat Rabb-ku pada diriku. Karena, sesungguhnya saya yakin kalau Allah ta'ala Mahapengampun lagi Mahapenyayang. Dia Mahapengampun semua dosa dan rahmat-Nya meliputi segala sesuatu."
Inilah sebuah prasangka positif yang dilakukan oleh seorang yang melakukan dosa dalam kisah di atas. Yang mana tetap husnudlan dengan Allah swt. Bahwa, Allah memiliki ampunan yang Mahaluas. Dan, hal ini jumbuh dengan firman-Nya buat Rasulullah saw,
              
"Dan, kalau Allah menghendaki, niscaya mereka tidak memperkutukan-[Nya]. Dan, Kami tidak menjadikan kamu pemelihara bagi mereka. Dan, kamu sekali-kali bukanlah pemelihara bagi mereka" (Qs.al-An'âm [6]: 107).

2. (والله لايغفر الله لك أو لايدخلك الله الجنة) Wa-llâhi, lâ yaghfiru-llâhu laka au lâ yudkhiluka-llâhul jannah.
Ucapan seorang yang ahli ibadah ini, sungguh telah menjadikan dirinya berkedudukan seolah dirinya adalah Allah swt. Di mana tidak? Dia telah berani menjamin dengan perkataan, bahwa temannya yang melakukan dosa itu tidak akan diampuni dosanya oleh Allah, dia berani pula menjamin bahwa Allah pasti tidak memasukkan teman yang melakukan dosa itu ke dalam surga-Nya.
Itulah sebabnya, sahabat Abu Hurairah r.hu berkomentar, "Sebagai perkataan yang merusak masa depan dunia dan akhirat."
Imam al-Qasthalani r.hu berpendapat, "Susunan kalimat seperti itu bisa menyebabkannya menjadi kufur. Allah swt berfirman,
          
"Barangsiapa yang kafir sesudah beriman [tidak menerima hukum-hukum Islam]. Maka, hapuslah amalannya dan ia di Hari Kiamat termasuk orang-orang merugi" (Qs.al-Mâ`idah [5]: 5)."

3. (لتكـلّم بكلمة أو بقت دنياه وآخرته) Lâ takallama bi kalimatin au baqat dunyahu wa âkhiratahu.
Inilah sebuah perkataan yang menyengsarakan bagi yang mengucapkannya. Sebab, dari perkataan itu menjadikan orang yang mengatakan kata-kata tersebut menjadi terhapus segenap amalnya. Maka, tidak ada tempat baginya, kecuali neraka.
Sangat disayangkan, jika ada seorang yang ahli ibadah. Masih suka merasa dirinya lebih suci atas orang lain. Padahal yang paling mengetahui kesucian dan keimanan seorang hamba; hanyalah Allah swt. Apalagi sampai dirinya berani menjamin, bahwa surga dan neraka seolah dia yang menentukan. Sungguh orang seperti ini telah berani mengingkari ke-Mahakuasaan dan ke-Mahabesaran Allah azza wa jalla. Sebagaimana difirmankan-Nya,
        •                   
"Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Rabb-mu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia. Dan, Kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. Dan, rahmat Rabb-mu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan" (Qs.az-Zukhrûf [43]: 32).

4. (اذهبوا به إلى النار) Idzhabû bihi ilan-nâr.
Menurut Imam al-Qasthalani r.hu, "Perintah untuk pergi ke neraka dapat juga diartikan, bahwa dia akan disiksa dengan adzab yang ditimpakan kepada orang-orang mukmin yang bermaksiat. Tujuan penyiksaan itu tidak lain untuk menyucikan dosa-dosa yang telah dia perbuat."

Pembelajaran Sifat
Sebagai sesama makhluk, hendaknya jangan memiliki kebiasaan buruk yang dapat menjadikan masa depannya di dunia dan di akhirat suram. Yaitu, dengan berani mengatakan apa-apa yang menjadi hak-Nya. Seperti dikatakan Imam al-Qasthalani r.hu, "Makhluk sama sekali tidak berhak untuk menentukan semua hal yang baru saja disebutkan kepada sesama makhluk yang lain, atau dirinya sendiri. Oleh karena itu, Allah memasukkan ke dalam surga seorang pelaku dosa yang mengharapkan ampunan Allah. Sebaliknya, Allah memasukkan ke dalam neraka orang yang taat namun berani bersumpah dengan nama Allah untuk memastikan seseorang akan tinggal di dalam neraka."
Mulai saat ini hentikanlah, pertikaian sesama saudara mukmin. Hentikan untuk saling menghujat dengan menyebut saudaranya sebagai: kafir, munafik, ahlin nar, sesat, dan masih banyak sebutan-sebutan yang tidak pantas untuk dialamatkan kepada sesama saudara mukmin.
Dan, yang lebih penting lagi, jangan sekali-kali merasa dirinya yang paling benar di dalam ber-Islam. Termasuk merasa kelompok mereka, jamaah mereka, golongan mereka, ormas mereka, partai mereka yang paling benar di dalam ber-Islam. Marilah kita biasakan "Berebut salah, hindari untuk berebut benar."
Hanya seorang yang mau belajar dari kesalahannya dia akan menjadi orang yang benar; insya Allah. Sebaliknya, apabila seseorang itu merasa paling benar. Maka, dia akan jatuh ke dalam lembah egoisme, arogansi, dan kesombongan yang menghancurkan masa depannya baik di dunia maupun di akhirat.
Mari kita berlindung kepada Allah azza wa jalla dari segenap kesalahan dalam bertutur kata. Dan, yang harus segera kita lakukan, berhati-hatilah dalam berkata. []

Tidak ada komentar:

Posting Komentar