Jumat, 17 September 2010

Tanda Kebaikan Seorang Hamba

حَدَّثَنَا أبو عبد الله الحافظ، أبو العباس محمد بن يعقوب، الربيع بن سليمان، عبد الله بن وهب، أنا سليمان بن بلال ، عن موسى بن عبيدة، عن محمد بن كعب القرظي، عن أنس بن ملك  قال, قَالَ رَسُولُ اللهِ J:
﴿ إِذَا أَرَادَ اللهُ بِعَـبْدٍ خَـيْراً، فَـقَّهَهُ فِى الدِّيْنَ، وَزَهَّـدَهُ فِى الدُّنْيَا، وَبَصَّـرَهُ عُـيُوبَه ﴾
Dari sahabat Anas bin Malik r.hu, ia berkata, “Saya mendengar Rasulullah saw bersabda,

“Jika, Allah menghendaki kebaikan bagi seorang hamba. Maka, Dia membuatnya memahami dinul Islam, membuatnya zuhud terhadap dunia, dan Dia memperlihatkan untuknya aib-aibnya sendiri” (Hr.Baihaqi, dari sahabat Anas r.hu).

Kedudukan Hadis
Hadis di atas, diriwayatkan dari sahabat Anas bin Malik r.hu. Terdapat dalam Sunan Baihaqi, hadis nomor 10140, Juz XXI, halaman 461. Juga, dalam al-Mushannif-nya Ibnu Abi Syaibah, hadis nomor 20, Juz VIII, halaman 230; dan hadis nomor 4-5, Juz VII, halaman 326.
Mengomentari hadis di atas, al-Mundziri r.hu berpendapat, “La ba`tsa bihi; tidak apa-apa.” Adapun al-Haitsami r.hu berkomentar, “Semua rijal tsiqah.”
Hampir semua kitab matan hadis memuat teks hadis di atas, meski dengan berbagai redaksi. Demikian yang terdapat dalam al-Maktabatusy Syamilah. Sedangkan dalam kitab-kitab syarah, hanya Kitab Faidlul Qadir yang memuat teks redaksi seperti di atas. Yakni, pada Juz I, halaman 529, hadis nomor 377, bab al-‘Amalu bil-Khawatim.
Dalam riwayat lain, di kitab yang sama pada hadis nomor 386 ada sedikit tambahan di akhir teks, yang berbunyi, “wal-hamahu rusydah”.
Imam Ahmad mencantumkan dalam Musnad-nya, hadis nomor 16231, Juz XXXIV, halaman 194.

Kunci Kalimat (Miftāhul Kalām)
﴿ إِذَا أَرَادَ اللهُ بِعَـبْدٍ خَـيْراً ﴾
“Jika, Allah menghendaki kebaikan bagi seorang hamba”

Allah azza wa jalla menghendaki kebaikan. Karena seorang hamba berniat untuk menjadi baik. Artinya, kebaikan bagi hamba tersebut benar-benar menjadi azzam-nya. Kebaikan telah menjadi pilihan hidup baginya. Hingga Allah swt menetapkan kebaikan atas dirinya. Akhirnya, si hamba itu ditakdirkan menjadi baik oleh Allah swt.
Inilah sebuah kehendak Allah azza wa jalla yang menetapkan kebaikan atas seorang hamba. Apabila Allah swt telah menetapkan seorang hamba itu baik. Allah swt memberikan tanda pada diri hamba tersebut. Yakni, si hamba tersebut menjadi: 1).Paham dinul Islam; 2).Berperilaku zuhud; dan 3).Mampu menghisab diri sendiri.
Tanyakan pada diri kita masing-masing, sudahkah dengan triple i (iman-islam-ihsan). Keagamaan ke-Islam-an kita menjadi: Paham dinul Islam; Berperilaku zuhud; dan Mau menghisab diri sendiri.
Seorang muslim atau muslimah yang paham dinul Islam, berperilaku zuhud, dan mau terus mengoreksi diri. Insya Allah, tidak akan menjadi seorang muslim-muslimah yang suka “marah-marah”, membenci sesama saudara muslim, dan menyakiti hati saudara sesama mukmin.
Sebaliknya, seorang muslim-muslimah yang paham dengan dinul Islam, berperilaku zuhud, dan terus mau mengoreksi diri. Dia akan menjadi sosok manusia yang memiliki kualitas: Hidup Bersih; Hidup Benar; dan Hidup Tidak Menyakiti Orang Lain, insya Allah.

Pemahaman Hadis
(فقهه فى الدينُ) faqqahahu fid-dīn. Artinya, maka Dia membuatnya memahami dinul Islam.
Orang yang disebut tafaqquh fid-dīn (paham dinul Islam). Bukanlah orang yang sekadar pandai dengan agama Islam. Seorang yang tafaqquh fid-dīn berarti ia benar-benar memiliki kualitas ke-Islam-an dan ke-Iman-an, yang telah mengejawantah ke dalam Perubahan Perilaku (Behavior Transformation) di kehidupan sehari-hari; mulai bangun tidur hingga tidur lagi, bahkan dalam tidur pun tetap CC (commitment and consistent) dengan nilai-nilai ajaran Islam.
Seseorang yang paham dinul Islam, dia akan terus: Belajar; Diajar; dan Mengajar (BDM). Dia benar-benar akan memberdayakan ketiga potensi handal dalam dirinya: Akal Sehat; Alam Bawah Sadar (albasa); dan Akal Budi. Sehingga triple i yang dalam praktek pengamalan didampingi Neraca Syariat. Akan mampu melahirkan kualitas hidup seorang muslim yang: Sehat; Sejahtera; dan Bahagia (SSB). Inilah yang sering alfaqir katakan sebagai pemahaman Islam yang: Luas; Luwes; dan Mendalam (LLM).
(زهده فى الدنيا) zahdahu fid-dunya. Artinya, dirinya zuhud terhadap dunia.
Apabila seorang hamba tersebut ditakdirkan dapat berperilaku zuhud terhadap dunia. Maksudnya, hamba itu dianugerahi rizeki yang berupa sikap mental menjaga jarak dengan dunia. Niscaya hamba itu akan menjadi baik.
Maka, niat yang kuat untuk menjadi orang baik, haruslah disertai dengan sikap mental dan perilaku zuhud. Dengan harapan, Allah azza wa jalla menakdirkan dirinya sebagai orang yang baik.
Sebagai seorang muslim mukmin harus tetap yakin. Jikalau kebaikan itu menjadi pilihan hidup dan ketetapan hati. Niscaya Allah swt akan menetapkan pula menjadi seorang hamba yang baik di sisi-Nya; insya Allah. Sebagaimana dinyatakan dalam firman-Nya pada surat al-ankabūt ayat ke-69.
Mengapa sikap mental dan perilaku zuhud, sebagai salah satu tanda seorang muslim mukmin dikatakan baik? Sebab, seorang hamba yang zuhud, dia akan menjaga jarak dengan dunia. Dunia tidak lagi menjadi tujuan hidup. Dunia semata fasilitas untuk meningkatkan iman, meningkatkan takwa, dan meningkatkan ketaqarruban kepada Allah azza wa jalla. Dunia sekadar perladangan akhirat.
Di kehidupan seorang zahid, yang ada dan menjadi tujuan hidup, adalah mendapatkan ridla Allah swt. Amal-amal yang dilakukan nantinya diterima di sisi-Nya. Seorang zahid sangat berharap hidup di dunia dan di akhirat senantiasa mendapatkan rahmat dan ampunan-Nya. Sehingga apa pun yang menjadikan diri terlena dari mengingat dan taat kepada Rabb-nya. Sekuat tenaga, dan selalu memohon pertolongan-Nya, terus dijauhi dan ditinggalkan.
Sehingga kehidupan keseharian hanya disandarkan dan digantungkan secara mutlak kepada Allah swt. Sebab, hanya Allah-lah yang memiliki segenap kepastian. Sedangkan, apa-apa yang ada dan dimilikinya semua adalah ketidakpastian.
(بصره عيوبه) bashsharahu ‘uyūbah. Artinya, terhadap dirinya selalu melihat aib-aibnya.
Orang baik adalah seorang hamba yang selalu melihat aib-aib diri sendiri. Sehingga memahami benar segala kekurangan dan kesalahan yang ada pada dirinya. Inilah rizeki yang agung dari Allah swt. Apabila telah dikaruniakan Kemauan dan Kemampuan (force of character and ability) untuk melihat segenap aibnya sendiri.
Setiap saat. Setiap detik. Setiap menit. Senantiasa melakukan penghitungan atas kesalahan, kealfa’an, dan keburukan diri sendiri (muhasabah ‘alan-nafs). Orang lain urusan dirinya sendiri.
Apabila seorang muslim mukmin dikehendaki baik, niscaya di keseharian hidup hanya berusaha sekuat tenaga untuk memperbaiki diri sendiri. Sehingga tidak ada waktu dan kesempatan sederit pun untuk berpikir mengenai keburukan, kesalahan, dan kekurangan orang lain.
Inilah akhlak yang dicintai Allah swt. Sesama muslim mukmin, bahkan sesama manusia anak turun Nabi Adam as tidak pernah saling: bertengkar, membunuh, berkhianat, menipu, dan menghina. Bagaimana mungkin hal itu dilakukan? Sedang mengurusi segenap keburukan, kesalahan, dan kekurangan dirinya saja menyita waktu yang lama. Hadis di atas merupakan detailisasi dari firman-Nya,

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain. Boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan, jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya. Boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik” (Qs.al-Hujurãt [49]: 11).

Pembelajaran Sifat (Character Learning)
Dikisahkan dalam riwayat yang benar, suatu saat sahabat Salman r.hu didatangi sahabat Sa`ad bin Abi Waqqash r.hu. Lalu, ia menangis.
Sahabat Sa`ad, kemudian berkata, "Apa yang membuatmu menangis? Kamu telah bertemu dengan para sahabatmu, dan akan mendatangi telaga Rasulullah. Dan, beliau pun ridha padamu saat akhir kehidupannya."
Sahabat Salman menjawab, "Saya menangis bukan karena takut mati atau tamak dunia. Tetapi karena janji yang telah Rasulullah ambil dari kita, dengan sabda beliau, "Hendaklah kalian mengambil di dunia seperti sekadar perbekalan seorang pengembara”. Dan, sekarang ini barang-barang di rumahku…."
Subhanallah sahabat Salman, telah memberikan c-lear (Character Learning) kepada kita. Hidup sederhana. Hidup zuhud. Biasa menghisab diri sendiri. Dan, benar-benar paham dinul Islam.
Rumahnya kosong dari segala perabotan. Hanya ada sebua ember yang digunakan untuk mencuci pakaian. Padahal dia pernah menjabat gubernur. Gajinya diberikan baitul mal. Dia menghidupi keluarga dengan menjual tikar di pasar. Dan, hasil penjualan tikar masih dibagi: 1/3 untuk membeli bahan mentah tikar; 1/3 digunakan menghidupi keluarga; dan 1/3 disedekahkan kepada fakir-miskin. And toh…begitu, sahabat Salman masih takut dengan masa depannya di akhirat. Kelak akan dihisab sebagai seorang hamba yang berlebih-lebihan.
Bagaimana dengan Anda?

Perubahan Perilaku (Behavior Transformation)
1. Lakukan terus-menerus jangan bosan. Jangan malas. Jangan pernah berhenti: Belajar; Diajar; dan Mengajar (BDM).
2. Segeralah ber-zuhud. Jaga jarak hidup dengan Anda dengan dunia. Tujuan hidup adalah mencari ridla Allah. Dan, berharap segenap amal nantinya diterima-Nya.
3. Hitung kesalahan, kejelekan, dan keburukan diri Anda sendiri. Sebaliknya, lihat orang lain dengan segala kebaikan dan kelebihannya.
4. Miliki mindSET untuk menjadi orang baik.

Oase Pencerahan
Tanda kebaikan seorang muslim, adalah jika dirinya dapat memiliki perilaku: tafaqquh fid-dīn; zuhud; dan muhasabah ‘alan-nafs. Ketiga perilaku ini akan menjadikan Allah azza wa jalla mencintai siapa pun yang memiliki. Seorang muslim mukmin wajib mempunyai ketiga perilaku tersebut. Semata untuk meningkatkan derajat keimanan di sisi Allah swt.
Bahkan, kehendak Allah azza wa jalla apabila Dia menghendaki seorang hamba menjadi baik pun, terukur dengan ketiga perilaku sebagaimana yang telah disebutkan dalam hadis di atas.
Betapa hebat lagi dahsyat kehidupan seorang muslim mukmin. Allah swt yang telah menciptakan dirinya, benar-benar memfasilitasi totalitas hidup seorang hambanya dengan ketiga perilaku agung tersebut.
Memang tidak mudah untuk dapat mengamalkan ketiga perilaku agung itu. Hanya dengan kesungguhan yang berat jadi ringan. Hanya dengan kesabaran yang sulit menjadi mudah. Padahal seorang muslim mukmin, adalah prototipe seorang hamba Allah yang berkarakter sungguh-sungguh dan sabar.
Itu artinya, yang dapat menjadi baik di sisi Allah azza wa jalla hanya seorang hamba yang beriman (mu`min) kepada Allah swt. Sedangkan, seseorang yang mengaku beriman (amana) kepada Allah, masih perlu proses panjang untuk menumpuh menjadi seorang hamba Allah yang al-mu`min. Apalagi yang baru pada tahapan mengaku ber-Islam (aslama).
Bagaimana dengan Anda? Termasuk seorang hamba yang al-mu`min, ataukah yang amana, ataukah mungkin malah aslama?!
Marilah memperbanyak koreksi diri. Jangan biasakan mengoreksi kesalahan, kekurangan, keburukan, dan kejelekan orang lain atau komunitas lain; apalagi sesama muslim mukmin. Mulai saat ini kebiasaan arogan itu segera tinggalkan!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar