Jumat, 17 September 2010

Hukuman Bagi Pencuri

عَنْ عَــبْدِ اللهِ بْنِ عُـمَرَ :
﴿ أَنَّ النّــبيَّ J قَـطَعَ فِي مِجَـنٍّ قِيْـمَتُهُ - وَفِي لَفْظٍ: ثَمَـنُهُ - ثَلاثَةُ دَرَاهِمَ ﴾
Diriwayatkan dari sahabat Abdullah bin Umar r.huma,

“Sesungguhnya nabi saw memotong tangan karena kasus pencurian yang nilainya --dalam lafadz yang lain dikatakan, harganya-- sejumlah tiga dirham”

Kedudukan Hadis
Dalam al-Maktabatusy Syamilah hadis ini terdapat pada: Muwwata’ Imam Malik, bab Wa Qala Malik Ahabba Mā Yajibu Fīhi, Juz V, hal.211; Sunan Nasa`i, Juz XV, hal.80, bab al-Qadrul Ladzī Idzā Saraqahus-Sāriq, hadis nomor 4826; Musnad Ahmad, bab Musnad Abdullah bin Umar, Juz XIII, hal.48, hadis nomor 6011; Sunan Daruquthni, bab al-Hudūd wad-Diyāt wa Ghairuhā, Juz VIII, hal.213, hadis nomor 3466; Matan Umdatul Ahkām, Juz I, hal.131, hadis nomor 352; dan Shahih Bukhari, bab Qaulullāhi ta’ālā was-Sāriq, Juz XXI, hal.57, hadis nomor 6297.

Pemahaman Hadis
(الســارقة) as-sāriqah. Artinya, mencuri. Mencuri adalah mengambil barang orang lain secara sembunyi-sembunyi dari tempat simpanannya.
Ibnu Arafah r.hu berkata, “Pencuri menurut orang Arab, adalah orang yang datang dengan sembunyi-sembunyi ke tempat penyimpanan barang orang lain untuk di ambil isinya.”
Dari keterangan tersebut ada tiga unsur dalam aktifitas mencuri: 1).Mengambil millik orang lain; 2).Cara mengambilnya secara sembunyi-sembunyi; dan 3).Milik orang lain tersebut ada di tempat penyimpanan.
Sementara, dinul Islam mengajarkan, supaya setiap muslim mukmin menjaga harta kekayaannya. Karena harta merupakan kebutuhan pokok untuk hidup. Sebab, dinul Islam memang menjaga hak milik individual seorang manusia. Sehingga harta kekayaan seseorang menjadi aman.
Di samping itu, dinul Islam juga memberikan hukuman potong tangan bagi para pencuri. Sebagaimana dinyatakan dalam firman-Nya,


“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya [sebagai] pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan. Dan, sebagai siksaan dari Allah. Dan, Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana” (Qs.al-Mā`idah [5]: 38).

Adapun sifat-sifat dilaksanakannya hukuman potong tangan, sebagai berikut:
1. Orang yang mencuri itu mukallaf (pencuri tersebut orang yang dewasa dan berakal). Dengan demikian anak kecil dan orang yang gila, bila mencuri tidak bisa dilaksanakannya hukum potong tangan.
2. Pengambilan dilakukan dengan sembunyi-sembunyi. Jika tidak dilakukan dengan sembunyi-sembunyi. Maka, tidak berlaku pemotongan tangan. Ibnul Qoyyim r.hu berpendapat, “Pencurilah yang dipotong tangannya. Bukan perampok atau peng-gashab. Karena tidak mungkin untuk berhati-hati darinya. Pencuri itu pembobol rumah, merusak gudang penyimpanan, dan menghancurkan gembok. Maka, kalau tidak diadakan pemotongan tangannya. Tentu sebagian manusia akan melakukan pencurian kepada sekelompok yang lain. Sehingga bahaya semakin besar dan ujian menjadi kuat.” Penulis al-Ifshah mengatakan, “Orang yang menipu, perampas, dan peng-gashab --sekalipun kejahatan dan dosa mereka sangat besar-- namun tidak diadakannya pemotongan tangan di antara mereka. Menghentikan langkah mereka cukup dengan pukulan, hukuman, penjarahan yang lama, dan hukuman yang menjadikan mereka jera dan tidak akan melakukannya lagi.
3. Perbuatan mencuri itu atas dasar kehendaknya sendiri dan tidak ada paksaan. Jika pencuri itu mencuri atas dasar paksaan. Maka, tidak bisa dikatagorikan sebagai pencuri yang harus kena potong tangan. Karena suatu paksaan itu menghilangkan kehendaknya sendiri yang berarti juga menghilangkan taklif.
4. Harta yang dicuri adalah harta yang dihormati. Karena sesuatu yang bukan harta yang tidak ada kerhormatan baginya. Misalnya: khamr, babi, dan bangkai.
5. Barang yang dicuri telah mencapai nishab. Yakni, 3 dirham islami atau seperempat dinar islami, atau dikurskan sama dengan mata uang lain. Sebagaimana Rasulullah saw bersabda, “Tangan pencuri tidak akan dipotong, kecuali mencuri seperempat dinar atau lebih” (Hr.Ahmad dan Muslim).
6. Pencuri mengambil barang yang tersembunyi dalam penyimpanan. Misalnya, jika harta yang dicuri itu di tempat selain penjagaan, atau maling yang mendapatkan pintu terbuka, atau tempat penjagaannya rusak, lalu mencuri di didalamnya. Hal semacam ini tidak terkena hukuman potong tangan.
7. Syarat-syarat tersebut di atas juga harus didukung dengan kepastian tindak pencurian itu. Bisa jadi dengan persaksian dua orang yang sudah dikenal adil, dan siapa memberikan persaksian atas pencurian tersebut. Atau, pengakuan sang pencuri, bahwa dirinya telah mencuri. Sebagaimana Rasulullah saw bersabda, “Ah, aku tidak menyangka kalau kamu mencuri?” Ia berkata, “Benar (saya mencuri). Beliau mengulang ungkapannya itu dua atau tiga kali. Setelah itu diperintahkan untuk pemotongan tangannya, dan akhirnya dipotonglah tangannya.” (ditakhrij dari hadis Abu Umayyah al-Makhzumi, Abu Dawud, an-Nasa`i, dan Ibnu Majah).
8. Harus bebas dari barang syubhat (ketidak-jelasan) pada diri pencuri ketika mengambil barang curian. Sebagaimana Rasulullah saw bersabda, “Hidarilah hukuman-hukuman karena berbagai syubhat (ketidak-jelasan) sebisa mungkin”(ditakhrij seperti itu pula oleh at-Tirmidzi, dari hadis Ibunda A1isyah r.ha, dan ditakhrij juga oleh Ibnu Majah, dari hadis sahabat Abu Hurairah r.hu).
9. Hendaknya orang yang menjadi korban pencurian itu berupaya mencari hartanya. Jika ia tidak mencarinya, tidak wajib dilakukan pemotongan tangan karena harta itu sudah dibebaskan oleh pemiliknya dan telah dikeluarkan untuknya.
Batas pemotongan tangan terletak pada pergelangan tangan. Karena tangan sebagai alat pencurian. Maka, dihukum dengan menghilangkan alatnya. Pemotongan cukup pada telapak tangan karena secara mutlak (umum), arti tangan, yakni akan kembali kepada telapak tangan. Setelah pemotongan hendaknya dilakukan pengobatan yang sesuai untuk menghentikan darahnya supaya lukanya segera mengering. Hukum potong tangan tidak boleh diganti dengan hukuman lain yang lebih ringan, dan tidak boleh ditunda.
Bila seorang pencuri sudah diberikan hukum potong tangan. Lalu, mencuri lagi. Hukumannya adalah di potong pergelangan kaki kirinya. Bila mencuri lagi, maka dalam hal ini ulama berbeda pendapat.
Imam Hanifah r.hu mengatakan, “Ia harus dipenjara dan diberi sangsi.”
Imam Syafi’i r.hu mengatakan, “Ia dikenai hukuman potong tangan kirinya. Kemudian, bila ia mencuri lagi maka hukumannya adalah kaki kanannya yang dipotong. Bila ia masih mencuri lagi, maka ia dipenjara dan diberi sangsi.”

Pembelajaran Sifat (Character Learning)
Hadis di atas harus dijadikan Character Learning (c-lear) guna memotivasi diri Anda, agar memiliki semangat yang besar dari dalam (inner strong intention). Sehingga tertanamkan pada alam bawah sadar (albasa) untuk tidak mencuri harta orang lain atau harta dan kekayaan milik negara. Misalnya, mencuri listrik, mencuri air yang dikelola PDAM, menggunduli hutan --mencuri tanamannya, mencuri satwa yang dilindungi --memperjual-belikan, mencuri kekayaan laut --seperti hewan-hewan dan hayati laut lainnya; dan mencuri benda-benda purbakala --yang nyata-nyata milik negara.
Katakan pada albasa Anda, “Saya tidak akan pernah mencuri apa pun!” Insya Allah, Anda pasti ditolong oleh Allah azza wa jalla. Sebab, Allah swt pasti menolong para hamba-Nya yang benar-benar commitment and consistent (CC) dengan neraca syariat. Sebagaimana dinyatakan-Nya,


“Dan, orang-orang yang berjihad untuk [mencari keridhaan] Kami. Benar-benar akan kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan, sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik” (Qs.al-Ankabūt [29]: 69).

Perubahan Perilaku (Behavior Transformation)
1. Jangan sampai terlintas dalam albasa Anda, mengenai kegiatan mencuri.
2. Ciptakan kondisi lingkungan yang tidak memberikan kesempatan seseorang untuk melakukan pencurian.
3. Bermohonlah kepada Allah azza wa jalla, agar terhindar dari pencuri dan melakukan pencurian.
4. Bersabarlah jika mengalami musibah pencurian. Dan, maafkanlah si pencuri apabila dia mencuri semata untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-harinya. Tapi, tegakkanlah neraca syariat, jika kegiatan mencuri telah dijadikan profesi baru.

Oase Pencerahan
Orang yang mencuri hidupnya tidak akan pernah merasa tenang. Karena dalam jiwa seseorang yang telah melakukan pencurian, tepatnya pada hati nuraninya, akan selalu menolak pada akhlak yang tercela. Yang jelas hati yang digunakan untuk memikirkan yang jelek-jelek atau yang buruk-buruk, hormon kortisol-nya akan keluar. Dan, hal ini akan menjadi penyakit baru, pada kehidupan si pencuri tersebut.
Rasulullah saw dalam masalah agama beliau bertindak dengan tegas. Sebagaiman telah diriwayatkan oleh Ibunda A`isyah r.ha. Bahwa, orang-orang quraisy dibuat gelisah oleh permasalahan seorang perempuan dari bani makhzum yang mencuri. Kemudian, mereka berkata, “Siapa yang akan berbicara kepada Rasulullah saw mengenai perempuan tersebut?”
Mereka berkata, “Tidak ada yang berani melakukannya melainkan Usamah bin Zaid, orang yang dicintai Rasulullah saw.”
Kemudian, Usamah berbicara kepada Rasulullah saw. Maka, Rasulullah berkata, “Wahai Usamah, apakah kamu akan memintakan maaf dalam hukuman di antara ketentuan-ketentuan Allah?”
Lalu, beliau saw bangkit dan berkhutbah, “Sesungguhnya yang membinasakan orang-orang sebelum kalian, adalah apabila ada orang mulia di antara mereka yang mencuri. Mereka membiarkannya. Apabila orang lemah di antara mereka yang mencuri. Mereka menegakkan hukuman terhadapnya. Demi Allah, kalau saja Fathimah binti Muhammad mencuri, niscaya aku sendiri yang akan memotong tangannya“ (Hr.Bukhari).
Sebagai umat Rasulullah saw, mindSET pikiran Anda mulai sekarang, “Saya harus menegakkan sunnah Rasulullah saw sekemampuan yang saya dapat lakukan!”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar