Jumat, 17 September 2010

quantumBELIEVING Dengan Musibah

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ، أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي صَعْصَعَةَ أَنَّهُ قَالَ: سَمِعْتُ سَعِيدَ بْنَ يَسَارٍ أَبَا الْحُبَابِ يَقُولُ: سَمِعْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ يَقُولُ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ J:
﴿ مَنْ يُـرِدْ اللهُ بِهِ خَـيْرًا يُـصِبْ مِـنْهُ ﴾
Dari sahabat Abu Hurairah r.hu, ia berkata, “Rasulullah saw telah bersabda,

“Siapa saja yang dikehendaki Allah menjadi orang baik, maka diberikan cobaan kepadanya”(Hr.Bukhari dan Ahmad).

Kedudukan Hadis
Hadis di atas diriwayatkan oleh Imam Malik r.hu dalam al-Muwwatha’-nya, bab Mā Jā fī Ajril Marīdli, Juz V, hal.488, hadis nomor 1477. Imam Bukhari r.hu dalam Shahih-nya, bab Mā Jā fī Kafāratil Marīdli, Juz XVII, hal.377, hadis nomor 5213.
Adapun Imam Ahmad r.hu meriwayatkan dalam Musnad-nya, bab Musnad Abi Hurairah, Juz XIV, hal.478, hadis nomor 6937. Imam Ibnu dalam Shahih-nya, bab Mā Jā fī Shabri wa Tsawwāb, Juz XII, hal.303, hadis nomor 2969.
Sedangkan, Imam Baihaqi r.hu meriwayatkan dalam Kitab-nya, bab Fī Mā Yaqūlul Ātis fīl Jawwābi, Juz XX, hal.259, hadis nomor 9442.
Imam Ahmad mencantumkan dalam Musnad-nya, hadis nomor 16231, Juz XXXIV, halaman 194.

Kunci Kalimat (Miftāhul Kalām)
﴿ مَنْ يُرِدْ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُصِبْ مِنْهُ ﴾
“Siapa saja yang dikehendaki Allah menjadi orang baik, maka diberikan cobaan kepadanya”

Banyak cara Allah azza wa jalla menghendaki hamba-Nya supaya menjadi baik. Di antaranya, dengan memberi hamba-Nya musibah. Inilah yang jarang dipahami oleh umat manusia. Kebanyakan manusia selalu berpikir. Jika seseorang mendapatkan musibah; pasti jelek. Kebanyakan manusia memahami musibah dengan sesuatu yang negatif.
Apabila Anda mau menjadi seorang “paranoid terbalik”. Apa pun yang menimpa Anda, dengan positive thinking, Anda selalu menerima dengan baik. Musibah itu berubah menjadi kesempatan (peluang) yang berkah. Cara Berpikir seseorang yang selalu menganggap positif segenap apa yang dialami tersebut. Sungguh merupakan modal utama untuk menjadi seorang hamba yang sukses di dunia dan di akhirat.
Apalagi datangnya “sesuatu” itu dari sisi Allah swt. Pasti ada hikmah dibalik kejadian. Apa pun itu. Tidakkah Allah swt telah berfirman dalam sebuah hadis qudsi. Seperti disabdakan Rasulullah saw, “Allah itu tergantung prasangka [dhan] hamba-Nya?”
Mengapa mayoritas umat manusia mengedepankan su’udhan terhadap kejadian-kejadian yang menimpanya. Utamanya, jika kejadian itu bersifat negatif. Yang diri manusia tidak menyukainya.
Padahal akibat Cara Berpikir su’udhan (negative thingking) itu yang menjadikan seorang manusia terkungkung dengan pemikirannya.
Seorang muslim mukmin harus memiliki Cara Berpikir yang berbeda. Maksudnya, seorang muslim mukmin harus mengedepankan husnudhan (positive thinking). Apabila menghadapi dan menerima “sesuatu” di kehidupan sehari-hari. Tidak perlu khawatir. Tidak perlu takut. Tidak perlu cemas. Ingat ketiga hal itu, sangat cepat mendorong munculnya hormon kortisol dalam tubuh. Jika hormon kortisol telah keluar dari sarangnya. Sangat berbahaya buat tubuh seorang manusia. Orang sehat saja bisa sakit. Apalagi seseorang yang di dalam tubuhnya telah bersarang penyakit. Pasti penyakitnya menjadi lebih parah.
Musibah yang diberikan Allah swt kepada para hamba-Nya, berbeda-beda. Itu hak teleologis Allah azza wa jalla. Prinsipnya, setiap musibah bagi seorang manusia. Harus menjadikan si manusia itu lebih Tahu Diri dan memiliki Pengendalian Diri yang kuat. Sehingga seorang manusia yang menerima musibah, justru semakin mendekatkan diri (taqarrub) dengan Allah swt. Dengan datangnya musibah, seorang yang Tahu Diri dan memiliki Pengendalian Diri. Dia semakin kuat di dalam melakukan Kontrol Diri (muhasabah ‘alan-nafs). Tidak ada yang disalahkan dengan terjadinya musibah yang diterimanya.
Seseorang yang telah memiliki Pencerahan Ruhani seperti tersebut di atas. Dengan datangnya musibah, dia malah menganggap mendapatkan kesempatan untuk menjadikan diri lebih baik lagi. Dia berpikir, musibah yang diterima, menjadikan dirinya terlecut untuk menjadi yang terbaik. Bahwa, Allah swt sangat mencintai dan memperhatikan dirinya. Karenanya, dia segera melakukan Perubahan Perilaku (Behavior Transformation).
Dia berkeyakinan, “Allah tidak akan membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya”(Qs.al-Baqarah [2]: 286).
Datangnya musibah bagi seorang mukmin menjadikan si mukmin semakin bagus triple i-nya (iman-islam-ihsan). Musibah yang diterima dipahami sebagai wujud Pembelajaran Sifat (Character Learning). Character Learning (c-lear) guna memotovasi terjadinya Akselerasi Sikap Mental (attitude acceleration) untuk menjadi seorang hamba, yang lebih: Imani, Takwallah, dan Taqarruban ila-llāh. Sehingga hidupnya semakin: Sehat; Sejahtera; dan Bahagia (SSB). Seorang mukmin ketika tertimpa musibah commitment and consistent (CC) dengan sabda Rasulullah saw,

“Orang mukmin, baik laki-laki maupun perempuan senantiasa mendapatkan cobaan baik dirinya, anaknya, maupun hartanya. Sehingga ia menghadap Allah tanpa membawa dosa” (Hr.Tirmidzi).

Pemahaman Hadis
(مـن) man. Artinya, barangsiapa.
Setiap orang. Siapa pun dia. Yang di dalam hatinya telah tumbuh bibit-bibit menghendaki menjadi orang baik. Atau, secara mutlak, karena kehendak Allah swt. Menjadikan hamba-Nya menjadi baik. Alfaqir berkecenderungan, seseorang yang sangat berkehendak untuk menjadi baiklah yang sangat cepat menjadi baik. Sebab, menjadi orang baik telah menjadi pilihan hidup. Hukum kebaikan mengatakan, “Setiap manusia yang menghendaki baik, niscaya menjadi baik. Tinggal menunggu waktu.” Sebagaimana dijamin dengan firman-Nya,

“Dan, orang-orang yang berjihad untuk [mencari keridlaan] Kami. Benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan, sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik” (Qs.al-Angkabût [29]: 69).

(خــــيرا) khairan. Artinya, bagus atau baik.
Maksudnya, baik yang benar-benar baik (bagus). Tidak seolah kelihatan baik. Seperti pembawaan kaum munafikin. Luarnya baik. Tapi hatinya fasik kepada Allah swt.
Baik yang dikehendaki makna hadis di atas –wa-llāhu a’lam-- untuk ukuran: imannya, islamnya, ihsannya, kesehatan, kesejahteraan, dan kebahagiaan. Kesemuanya secara konstanta menggunakan parameter neraca syariat (al-qur`an, al-hadis, dan ilmud diniah).
(يـــصب) yushib. Artinya, musibah.
Musibah sendiri berasal dari akar kata ashāba (أصــاب) atau shāba (صــاب). Yakni, menimpa atau tertimpa.
Seseorang itu tertimpa “sesuatu”. “Sesuatu” yang menjadikan orang yang tertimpa benar-benar merasakannya. Seperti disabdakan Nabi saw,

“Yang terhebat tertimpa cobaan adalah para nabi. Dan, begitulah yang terutama dari yang utama. Seseorang diberikan cobaan berdasarkan kualitas agama yang dimilikinya. Semakin kuat agamanya, semakin besar pula ujiannya. Dan, bila agamanya lemah, akan di uji sesuai kadar agamanya. Dan, cobaan itu tidak akan meninggalkan hamba melainkan dalam keadaan bersih dari dosa” (Hr. Bukhari, Ahmad, dan Tirmidzi).

Misalnya, seseorang yang ditinggal wafat orang yang dicintai. Yang ditinggal wafat, dikatakan sebagai orang yang tertimpa musibah. Dia merasakan ada “sesuatu” dengan datangnya musibah itu.
Musibah sakit. Seseorang diberitahu oleh dokter telah kena penyakit diabet. Ini musibah. Justru dengan sakit itu. Pola hidupnya harus ditata lebih disiplin lagi. Karena penyakit diabet diakibatkan gaya hidup dan pola pikir yang salah.
Dua contoh di atas, apabila seseorang yang tertimpa musibah seperti itu. Hendaknya, segera berpikir bahwa musibah yang menimpanya. Semata kasih-sayang Allah swt yang menghendaki dirinya untuk menjadi orang baik. Bahkan, teologi Islam mengajarkan, “Musibah yang menimpa seorang muslim mukmin menjadi kafarah bagi dirinya.” Seperti diapresiasi oleh Nabi saw dengan sabdanya,

“Sangat menakjubkan bagi seorang mukmin. Sesunguhnya segala urusannya sangat baik baginya. Dan, tidak akan terjadi bagi seseorang, kecuali pada orang-orang yang beriman, apabila ia mendapatkan kebaikan ia bersyukur dan apabila ia mendaptkan ujian dia bersabar. Yang demikian itu sangat baik baginya” (Hr.Muslim).

Pembelajaran Sifat (Character Learning)
Silahkan Anda melakukan c-lear terhadap kisah Nabi Ayub as. Musibah sakit yang diderita. Justru menjadikan beliau, semakin meningkat: iman, takwa, dan taqarrub-nya. Sekalipun ujian demi ujian datang menghampiri dalam hidupnya. Tetap, beliau “Meng-Allah-kan Allah”.
Hingga ditetapkan oleh Allah azza wa jalla, beliau menjadi nabi dan utusan-Nya. Tidak semua manusia dipilih Allah swt menjadi nabi dan utusan-Nya. Nabi Ayub as telah ditetapkan dengan pilihan-Nya, untuk menjadi nabiullah dan rasulullah. Sebuah derajat keimanan, ketakwaan, dan ketaqarruban yang luar biasa hebat. Dari musibah sakit, menjadikan Nabi Ayub as mendapatkan pelatihan khusus, guna menempa Mental Tauhid dan Mental Sosial.
Berbeda dengan Nabi Ayub as. Adalah, Nabi Ibrahim as. Beliau di-c-lear-kan Allah swt dengan turunnya perintah kurban. Yang dikurbankan justru putera satu-satunya. Ini benar-benar musibah. Tetapi, Nabi Ibrahim as menggunakan pola pikir “paranoid terbalik”. Allah swt tidak mungkin mengadzab hamba yang tidak bersalah. Dengan tetap “Meng-Allah-kan Allah”. Nabi Ibrahim as menjalankan perintah kurban tersebut. Yang terjadi, sungguh luar biasa. Yang disembelih bukan lagi puteranya. Tetapi, seekor domba surga pilihan Allah azza wa jalla. Dengan musibah tersebut, Nabi Ibrahim as terangkat derajat dan martabat beliau di sisi Allah swt. Ditetapkan sebagai nabiullah dan rasulullah.
Para nabiullah dan rasulullah selalu mendapatkan musibah dari sisi-Nya. Musibah menjadi batu ujian, guna meningkatkan derajat: keimanan, ketakwaan, dan ketaqarruban kepada Allah swt. Semakin tinggi ilmu agama yang dikuasai dan dipahami. Semakin berat pula ujian yang pasti diterimanya. Hanya dengan ujian. Derajat iman, takwa, dan taqarrub seorang hamba menjadi terukur.
Seorang hamba yang tidak pernah mendapatkan musibah. Hidupnya pasti berada pada level yang biasa-biasa saja. Level-level nabiullah, rasulullah, waliullah, ashfiya`ullah, shalihin, syuhada`, dan alimul ulama; pasti mereka menerima ujian secara periodik guna meningkatkan level Kecerdasan Tauhid dan level Kecerdasan Sosial mereka.

Perubahan Perilaku (Behavior Transformation)
1. Miliki mindSET qana’ah, sabar, dan syukur dalam hidup sehari-hari.
2. Husnudlan selalu kepada Allah swt.
3. Tanamkan dalam alam bawah sadar (albasa), dengan pertolongan Allah pasti dapat menerima musibah.
4. Yakini setiap musibah yang diterima, menjadikan peluang menjadi seorang hamba yang berderajat baik.
5. Biasakan berperilaku “paranoid terbalik”.
6. Pahami datangnya musibah, datangnya kesempatan untuk menjadi lebih bagus.

Oase Pencerahan
Berbagai ujian yang diberikan oleh Allah azza wa jalla kepada Anda. Jadikan sebagai Motivator Kecerdasan untuk selalu mendekatkan diri kepada-Nya. Tinggalkan pikiran putus asa, perasaan cemas, rasa takut, dan rasa khawatir. Semua itu datangnya dari setan.
Yakinlah, bahwa Anda akan mampu melewati ujian-ujian tersebut selama Anda bertawakkal 100% kepada Allah azza wa jalla. Maka, setiap ujian dan cobaan akan mendatangkan hikmah yang agung.
Dengan berbagai cobaan yang menimpa Anda. Akan tumbuh kecerdasan dan kesadaran Anda, setelah mungkin dalam waktu yang lama kecerdasan dan kesadaran tersebut terpendam dalam kelalaian.
Contoh, ketika sehat kebanyakan orang lalai terhadap perintah-perintah Allah azza wa jalla. Datangnya musibah berupa sakit. Menjadi ujian buatnya. Kembali ke jalan-Nya. Atau, malah jauh dari-Nya. Ke-iman-anlah yang sangat berperan menjadikan seseorang yang diuji itu kembali ke jalan-Nya, atau semakin menjauhi-Nya.
Mulai sekarang asahlah Kecerdasan Tauhid dan Kecerdasan Sosial Anda. Sehingga dalam waktu dekat Anda memiliki sikap Mental Tauhid dan sikap Mental Sosial yang serasi. Hidup sukses, hidup serasi. Tanpa keserasian, tidak ada sukses yang sebenarnya.
Dinul Islam memberikan motivasi, sekaligus memfasilitasi umat Islam untuk merasakan menjadi hamba yang sukses sejati. Latihannya, terima musibah, jalani ujian. Dengan tetap husnudhan kepada Allah swt. Sehingga Anda dapat mengamalkan perbuatan indah berupa: qana’ah, syukur, sabar, dan tawakkal. Dari sinilah Anda akan mengalami quantumBELIEVING (lompatan keyakinan).
Dengan kata lain, musibah merupakan salah satu wahana meng-quamtumBELIEVING-kan Kecerdasan Tauhid dan Kecerdasan Sosial Anda. Selamat berlatih!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar